Rabu, 13 Agustus 2014

Daerahku




      Menurut sejarah, tari saman diajarkan oleh seorang tokoh Islam yang bernama Syeh Saman yang berdakwah hingga ke daratan tinggi Gayo. Beliau bukan hanya sebagai pendakwah namun juga seorang seniman, sehingga nama beliau disematkan pada nama tarian saman. Oleh beliau, tari saman dijadikannya sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Aceh dan khususnya di daratan tinggi Gayo. Sebagai media dakwah, tari tersebut memiliki salam di awal-awal tarian dan kemudian dilanjutkan dengan puji-pujian kepada Sang Pemilik Alam Semesta yang telah memberikan rahmat Nya. Lirik-lirik tari saman menggunakan bahasa Gayo dan hanya sedikit bercampur dengan lafadz-lafadz bahasa arab\\

masakan

Pengat adalah sebuah masakan khas masyarakat Gayo. Bentuk makanan ini lebih mirip dengan pepes dan dimasak tidak menggunakan daun, melainkan dimasak seperti pembuatan gulai tetapi dimasak hingga tidak berkuah. Pengat biasanya dibuat dari berbagai jenis ikan, khususnya ikan yang digunakan oleh masyarakat Gayo seperti ikan bawal hitam ataupun merah dan ikan depik.
Pengat mempunyai ciri khas dengan keasaman rasanya. Campuran antara air jeruk dan sedikit asam sunti dapat menghasilkan cita rasa yang khas. Jenis makanan ini dibuat tidak berkuah, dipastikan ikan benar-benar matang dan bercampur dengan bumbu. Biasanya memerlukan waktu 1 hingga 2 jam untuk membuatnya. Pengat Gayo biasanya menjadi ciri khas ketika ada acara-acara tertentu seperti Mangan Morom atau makan bersama, pesta perkawinan dan penerimaan tamu agung.
Ikan bawal adalah salah satu favorit ibu rumah tangga di Gayo untuk dijadikan Pengat, hal ini disebabkan dagingnya terbilang banyak dan tekstur juga cocok untuk dijadikan pengat.




Kesenian

.
Didong

Kata didong berasal dari bahasa Gayo, yaitu dari akar kata dik dan dong. Dik artinya menghentakkan kaki ke tanah (lantai atau papan) yang berbunyi dik-dik-dik. Kemudian akar kata dong berarti berhenti di tempat, tidak berpindah. Jadi, kata didong dapat diartikan bergerak (menghentakkan kaki) di tempat untuk mengharapkan bunyi dik-dik-dik. Bunyi dik-dik-dik selalu dibunyikan untuk menyelingi dalam pertandingan didong. Menurut kamus Bahasa Gayo – Indonesia, didong ialah sejenis kesenian tradisional yang dipertandingkan antara dua guru didong yang berasal dari dua desa yang berbeda, persembahan dimulai setelah selesai shalat Isa dan berakhir sebelum shalat subuh .

Kata didong menjadi nama kesenian tradisional di Gayo Lues berdasarkan cerita rakyat (foklore), yaitu “Asal - Usul Gajah Putih” yang dikumpulkan oleh Sulaiman Hanafiah dkk (1984 : 140 – 148). Gajah putih merupakan penjelmaan seorang sahabat yang sudah meninggal dunia, ketika Gajah Putih ini akan dibawa ke istana raja Aceh oleh orang-orang yang diperintahkan raja. Gajah Putih tidak mau berjalan dan melawan, Gajah Putih menghentak-hentakkan kakinya ke tanah dan menimbulkan bunyi dik-dik-dik. Namun ketika sahabatnya yang membawa, Gajah Putih pun berjalan dan sampai ke istana raja Aceh.
Gerakan Gajah Putih yang menghentak-hentakkan kakinya ke tanah dan menimbulkan bunyi dik-dik-dik, selalu ditirukan oleh orang-orang yang melihat kejadian itu. Akhirnya kebiasaan tersebut digunakan pada saat merasa gembira atau pada saat menyampaikan pesan dan nasihat kepada anak-anak, teman, masyarakat atau kepada siapa saja yang dianggap perlu untuk disampaikan. Oleh karena itu, kebiasaan tersebut berlangsung sampai saat ini dan disebut dengan kesenian didong.

http://iwandannanda.blogspot.com/2013/05/kebudayaan-gayo.html

saman

 (Indonesia), dimana hampir seluruh penjuru Indonesia mengetahui nama tariansaman, dan hampir semua pertunjukan atas nama tarian Aceh maka disebut tari saman. Kemudian, jika kita lihat dari sisi masyarakat International, yang mana hampir semua tarian Aceh itu lebih Banyaknya fenomena di masyarakat luas tentang penyebutan tari saman yang dilekatkan pada tari-tari tradisional Aceh. Tidak sedikit dari masyarakat luas melihat tari yang berasal dari Aceh dan dengan yakinnya menyebutkan bahwa tarian tersebut adalah tari saman. Pertama-tama mari kita melihat masyarakat Aceh sendiri, seberapa persen masyarakat yang mengetahui yang mana tari saman sebenarnya, dan atau mari kita tanyakan lagi kepada generasi muda Aceh saat ini, seberapa banyak yang mengetahui tari saman. Di saat sebuah grup tari yang menampilkan sebuah tarian tradisi Aceh, sebagai contoh sebut saja tari likok pulo yang berasal dari Pulo Aceh, tetap saja banyak yang menyebut tarian tersebut tari saman. Yang kedua, mari kita melihat fenomena di masyarakat secara nasional mudah diingat dengan tari saman dan atau tari “thousand hands” (seribu tangan).
Melihat fenomena-fenomena tersebut yang sudah mengakar dan sangat sulit untuk dibenahi dan memberikan informasi yang sebenar-benarnya, maka banyak teman-teman pelaku seni Aceh baik itu seniman, musisi, penari-penari tradisional Aceh, pelaku seni Aceh lainnya serta pemerintah Aceh yang mengetahui yang mana tari saman yang sebenarnya terus berupaya untuk menginformasikan tentang keaslian tari saman itu sendiri. Banyak teman-teman di Gayo dimana tari saman itu lahir, pada saat mengetahui fenomena-fenomena diatas mereka merasa kesal. Karena tari saman bukanlah tari likok pulo, tari saman bukanlah tari ratoh bantai, tari saman bukan tari tarik pukat, tari saman juga bukanlah tari seudati atau tari saman bukanlah tari “saman-samanan” (tari yang sudah bercampur aduk). UNESCO dan teman-teman penari baik dari Banda Aceh maupun di Gayo mencoba membuat video tari saman yang sebenarnya untuk dikukuhkan menjadi warisan budaya dunia bukan benda. Kemudian diresmikanlah Tari Saman Gayo sebagai salah satu warisan Budaya Dunia melalui sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk perlindungan warisan budaya tak benda UNESCO di Nusa Dua, Bali.

Saat ini sedang ada penelitian intensif terhadap tari saman, dan ditemukan bahwa hampir semua tarian Aceh itu memiliki nama “saman” di depan nama tarian aslinya. Banyak yang berkomentar bahwa itu sebabkan sumber yang diambil berasal dari bukunya Snouck Hurgronje (orang Belanda yang melakukan studi tentang gayo dan ingin menjajah Aceh di zaman penjajahan). Tetap saja, tulisan yang ditulis Snouck Hurgronje tidak bisa sepenuhnya bisa kita ambil disebabkan dia tidak pernah pergi ke Gayo dan hanya menggunakan kuisioner dan interview terhadap dua pemuda Gayo di jaman itu. Sehingga di buku ya, dia menuliskan bahwa hampir semua tarian Aceh itu diawali dengan sebutan saman.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar